Ini Keterangan Tjipta Fujiarta Dipersidangan Kasusnya

Suasana persidangan Tjipta Fujiarta di Pengadilan Negeri Batam, Selasa (28/8/2018).

TERDEPAN.CO.ID. BATAM – Pengadilan Negeri Batam kembali menggelar sidang kasus dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan dan pemalsuan surat di PT Bangun Megah Semesta (BMS) dengan terdakwa Tjipta Fudjiarta, Selasa (28/8/2018). Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Tumpal Sagala didampingi Hakim Anggota Taufik dan Yona Lamerossa Ketaren kali ini dengan agenda keterangan terdakwa.

Dalam keterangannya terdakwa menjelaskan kronologis awal pertemuannya dengan Conti Chandra pada tanggal 24 Juli 2011 di Medan.

Bacaan Lainnya

“Dia (Conti.red) datang jumpai saya ke Medan bersama isterinya. Conti mau menawarkan saham empat teman kongsinya (PT.BMS),” ujar terdakwa menjawab pertanyaan Jaksa Penunut Umum (JPU).

Terdakwa mengatakan bahwa pada saat pertemuan di Medan tersebut, Conti Chandra menunjukkan sebuah surat tertanggal 22 Juli 2011, akta Nomor 10 tanggal 7 Juli 2011 (Conti akan mengambil alih saham pemegang saham lama) dan akte Nomor 70 tanggal 19 Juli 2011(Conti tidak dapat investor).

“Saya mengatakan ke dia (Conti) akan mempejari dulu surat tersebut,” jelasnya.

Terdakwa lalu melanjutkan bahwa, Conti Chandra berjanji akan mengirimkan harga penawaran saham setelah kembali ke Batam. “Tanggal 25 Conti kirim harga penawaran melalui faksimile,” ujarnya.

Menurut terdakwa, dirinya sempat mempertanyakan surat penawaran harga saham tersebut kepada Conti Chandra karena hanya 2 dari 4 pemegang saham yang tandatangan.

“Nanti di RUPS (Akta 89) itu semuanya(pemegang saham) akan setuju. Nanti akan dicantumkan harga sahamnya dan syarat-syarat pembayaran,” kata terdakwa menirukan jawaban Conti Chandra saat itu.

Atas penawaran harga saham tersebut, terdakwa kemudian setuju membeli 203 saham senilai Rp 27.457.000.000 sesuai dengan penawaran harga saham sebelumnya dan selanjutnya dituangkan dalam akta 89. Dalam akta 89 tersebut dituangkan syarat pembayaran, harga per lembar saham senilai Rp 135.700.000, para pihak yang akan menjual saham berjanji untuk mengikatkan diri untuk pelepasan saham apabila Conti Chandra sudah dapat pendamping.

“Selanjutnya saya mentransfer uang 5 kali dengan total Rp 27.457.000.000 sesuai dengan akta 89,” jelasnya.

Selain itu terdakwa juga mengaku pernah mentransfer uang sebesar Rp 2 Miliar kepada Conti Chandra untuk membayar kredit macet di Bank Panin.

“Saya diharuskan menambah Rp 2 Miliar untuk membayar Bank Panin yang sudah terjadi kredit mecet,” jelasnya.

Terkait pembuatan akta 98, terdakwa menjelaskan bahwa itu disebabkan adanya permasalahan internal para pemegang saham lama. Salah satu pemegang saham lama (Andreas Sie) menggugat Conti Chandra untuk membatalkan akta 89.

“Saya keberatan, sebab saya sudah membayar (harga saham) dan sudah diterima oleh pemegang saham yang menjual. Conti mengatakan kepada saya, akan membuat lagi satu akta (akta 99) untuk mengikatkan diri mereka(pemegang saham lama) untuk akta jual beli,” jelasnya.

Menurut terdakwa, setelah pembayaran (harga saham) lunas pada tanggal 5 oktober 2011, dia meminta Conti Chandra untuk membuat Akta Jual Beli (AJB) di notaris.

“Tanggal 11 Novemer 2011 Bank Panin memberikan jawaban dan menyetujui adanya perubahan komposisi permodalan, susunan pemegang saham dan susunan pengurus(PT.BMS),” ujarnya.

Setelah persetujuan dari Bank Panin tersebut, selanjutnya Conti Chandra membuat undangan RUPS tanggal 17 November 2011 dengan agenda perubahan pemegang saham dan perubahan pengurus perseroan di Kantor Notaris Anly Cenggana.

“Saya diundang sebagai undangan rapat. Saya hadir, kita sudah rapat waktu itu, tapi berhubung satu pemegang saham tidak hadir(Andreas Sie), Notaris tidak berkenan membuat akta dengan alasan undangan Conti Chandra melanggar Anggaran Dasar PT.BMS,” ucapnya.

Selanjutnya kata terdakwa, Conti Chandra membuat lagi undangan untuk RUPS tanggal 2 Desember 2011 dengan keputusan menyetujui pengunduran diri pemegang saham lama(akta No 2)

“Setelah mereka menyetujui menjual saham ke saya, langsung diteruskan membuat AJB(akta 3,4,5),” jelasnya.

Penasehat Hukum terdakwa, Hendie Devitra didampingi Sabri Hamri menanyakan kepada terdakwa apa yang sebenarnya terjadi sehingga Conti Chandra keluar, tidak setuju diganti (Direktur), tidak mau datang lagi ke PT dan tidak mau ikut RUPS hingga buat laporan.

Terdakwa lantas menjelaskan bahwa, kejadiannya berawal saat dia (Conti) mengatakan mau mengundurkan diri (Direktur) dan saya mengangkat Winston sebagai Direktur. Kemudian Conti Chandra mau menjual lagi saham 12,5 persen, tapi saya keberatan membeli. Dia mau jual sisa saham 12,5 persen dengan harga 1 persen Rp 3 Miliar, berarti dengan saham 12,5 persen mau jual Rp 37,5 Miliar.

“Waktu saya tidak mau beli baru jadi masalah, awalnya baik-baik saja,” pungkasnya./Abidin

TERDEPAN TV

Pos terkait