
TERDEPAN.CO.ID,BATAM- UPT Stasiun Karantina Ikan Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menemukan keberadaan ikan berbahaya jenis ikan Arapaima dan ikan Alligator di kawasan Temiang. Dimana ikan ini dipelihara oleh salah satu warga disalah satu kolam pribadi miliknya.
“Dari hasil penulusuran tim, kami menenukan ada dua lokasi yang mememilhara ikan berbahaya yang dilarangan pemerintah ini,” kata Kepala UPT Stasiun Karantina Ikan Batam Agung Sila, Rabu (4/7/2018).
Dua lokasi tersebut yakni di Kawasan Hutan Wisata Mata Kucing dan di Sei Temaing.
“Di Mata Kucing selain ikan Arapaima, kami juga menemukan ada ikan Alligator (Ikan Buaya) sebanyak satu ekor,” ungkapnya.
“Begitu juga di lokasi Temiang, selain ikan Arapaima juga ada ikan Alligator yang sama dengan di Mata Kucing sebanyak dua ekor. Dari dasar itulah tim kami terus menggali informasi tempat-tempat yang diduga memelihara jenis-jenis ikan invasif dan berbahaya tersebut,” kata Agung menambahkan.
Selain ikan tersebut sangat berbahaya, keberadaan ikan ini juga dilarang untuk dirawat, dipasarkan, hingga dilepasliarkan.”Sampai hari ini baru dua titik temuan, namun penelusuran ini akan terus dilakukan hingga Batam benar-benar bebas dari keberadaan ikan berbaya tersebut,” jelasnya.
Lebih jauh Agung mengaku masih ada beberapa titik yang akan didatangi untuk diberikan sosialilasi, namun Agung enggan merincikan secara detail lokasi-lokasi yang dicurigai adanya pemeliharaan atau perawatan ikan berbahaya tersebut.
“Kami pastikan dulu, biar tidak salah presefsi terhadap keberadaan ikan ini. Lagipula kami turun masih sebatas sosialilasi, bukan penindakan,” ujar Agung.
Agung menambahkan dirinya juga membuka posko pengaduan terhadap keberadaan ikan berbahaya ini di kantor UPT Stasiun Karantina Ikan Batam yang berada di Batam Centre.
“Jika ada warga yang melihat dan mengetahui keberadaan ikan Arapaima, ikan Aligator, ikan Piranha dan ikan Sapu-sapu yang jenis buas bisa segera melaporkan infirmasi ini ke posko pengaduan kami,” kata Agung.
“Sebab ikan jenis itu dilarang dirawat, dipasarkan, hingga dilepasliarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, yakni UU 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU 45 tahun 2009 tentang perikanan dan Permen Kelautan dan Perikanan No.41 tahun 2014,” katanya. (*)