
TERDEPAN.CO.ID,JAKARTA- Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil telah melakukan penemuan adanya penjualan blangko KTP elektronik (e-KTP) di Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Pusat, dan di toko yang ada dalam platform e-dagang.
Penemuan pengungkap tersebut, dilakukan oleh media Nasional, Kompas yang diawali dari investigasi dan pengungkapan serta publikasi media massa.
Direktur Jenderal Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, menindaklanjuti informasi tersebut, Ditjen Dukcapil langsung melakukan penelusuran dan berkoordinasi dengan perusahaan pencetak blangko e-KTP dan toko penjual online, selama dua hari penyelidikan, dan berhasil mengidentifikasi pelaku.
“Melalui penelusuran lebih lanjut, Ditjen Dukcapil sudah bisa mengidentifikasi pelaku secara lebih rinci lagi, seperti alamat, nomor telepon, bahkan foto wajah yang bersangkutan,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/12/2018).
Zudan mengatakan, pihaknya dapat dengan mudah melacak adanya proses jual beli blangko lantaran di setiap blangko e-KTP terdapat UID atau nomor identitas Chip yang khas membedakan satu blangko dengan yang lain.
Nomor ini tercatat secara sistematis sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam melakukan penelusuran keberadaan blangko e-KTP. Terkait indentitas pelaku, pengungkapannya menjadi mudah karena database kependudukan menyimpan data perseorangan penduduk, termasuk data biometrik bagi penduduk dewasa.
Ia menegaskan, adanya registrasi kartu prabayar yang memuat data kependudukan juga mempermudah pelacakan pelaku. Hasil pelacakan, posisi pelaku dapat diketahui. Pelaku berdomisili di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
“Pelakunya sudah mengaku dan sekarang kepala Dinas Dukcapil Provinsi Lampung sedang mendatangi rumahnya untuk menanyakan motif serta modusnya,” terang Zudan.
Saat ini, kasus tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan penyelidikan. Sesuai dengan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, perbuatan tersebut merupakan tindakan pidana. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (*)
Sumber: Kompas
Editor : IKA